Koreksi Peta pada Jurnal



PEMETAAN DISTRIBUSI EKOSISTEM MANGROVE DI WILAYAH KOTA SURABAYA DAN SIDOARJO MEMANFAATKAN CITRA LANDSAT TM-5

Jurnal Pembanding: Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan Data Penginderaan Jauh Di Pantai Bahagia Muara          Gembong, Bekasi



                Oleh:


OKAWATI SILITONGA                    E1I013016
M. IKSAN SAPUTRO                      E1I013017

Dosen Pengampu : Yar Johan, S.Pi., M.Si

           


PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
        UNIVERSITAS BENGKULU
2016
 

REVIEW JURNAL
1.Abstrak
            Perkembangan wilayah pesisir yang semakin maju dapat merusak ekosistem mangrove. Perubahan hutan mangrove menjadi tambak ikan, perumahan dan daerah industry menjadikan area ekosistem mangrove semakin menurun secara significant beberapa tahun terakhir ini. Untuk mencegah ekosistem mangrove akibat aktivitas manusia maka konsevasi sangat dibutuhkan.Oleh karena itu informasi tentang luasan mangrove sangat dibutuhkan. Penelitian ini menggunakan penginderaan jauh dan sistem informasi geografis untuk memperbaiki ketidakmampuan dan keakurasian data hutan mangrove diwilayah Surabaya dan Sidoarjo. Citra Landsat TM-5 dengan akuisisi data 4 Juni 2009 untuk menghasilkan peta. Hasil menunjukkan bahwa dalam periode 2009 luas area  hutan mangrove di Surabaya dan Sidoarjo adalah 378.19 Ha dan 1236.42 Ha telah mengalami kerusakan. Bagaimanapun, 73.5 % luas mangrove di Surabaya dan 43.25% di Sidoarjo telah mengalami kerusakan berat. Faktor antropogenik dan manusia mempengaruhi kondisi ekosistem mangrove. Aktivitas seperti penebangan mangrove yang  liar dan tidak terkontrol mengakibatkan kerusakan ekosistem mangrove.

2. Pendahuluan (Jurnal Acuan oleh Hidayah, 2011)
            Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropis yang khas tumbuh disepanjang pantai atau muara sungai yang dipengruhi oleh pasang surut air laut (Levinto, 2005). Hutan mangrove di Indonesia terdiri dari beberapa jenis, antara lain: bakau (Rhizopora spp), api-api (Avicennia spp), pedada (Sonneratia spp) dan masih banyak lagi (Bengen, 2001). Mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam yang mempunyai nilai dan arti yang sangat penting baik dari segi fisik, biologi maupun sosial ekonomi.
            Kebutuhan manusia yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan pada hutan mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan mangrove menjadi tambak, pemukiman, areal industry dan sebagainya. Penebangan hutan yang tidak terkontrol mengakibatkan kerusakan ekosistem mangrove.
            Menurut Dahuri (2003) menjelaskan bahwa apabila keberadaan kawasan mangrove tidak dapat dipertahankan lagi, maka abrasi pantai tidak dapat dielakkan lagi, pencemaran dari sungai ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan, dan zona budidaya aquaculture pun akan terancam dengan sendirinya. Kerusakan ekosistem mangrove juga mengakibatkan hilangnya spesies ikan dan fauna yang berasosiasi deengan ekosistem mangrove sehingga akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove dan ekosistem pesisir lainya.
Perkembangan penggunaan lahan dan perubahan tutupan lahan yang  relatif cepat oleh manusia memerlukan pemetaan wilayah secara berkelanjutan (Noor dan Suryadiputra, 2006). Kemajuan teknologi saat ini dapat digunakan untuk melakukan kajian ekosistem mangrove, salah satunya adalah dengan menggunakan  penginderaan jauh. Penginderaan jauh dapat diartikan sebagai teknologi untuk mengidentifikasi suatu obyek di permukaan bumi tanpa melalui kontak langsung dengan obyek tersebut (Suwargana, 2008). Saat ini teknologi penginderaan jauh berbasis satelit menjadi sangat populer dan digunakan untuk berbagai tujuan kegiatan, salah satunya untuk mengidentifikasi potensi sumber daya wilayah pesisir dan lautan. Hal ini disebabkan teknologi ini memiliki beberapa kelebihan, seperti: harganya yang relatif murah dan mudah didapat, adanya resolusi temporal (perulangan) sehingga dapat digunakan untuk keperluan monitoring, cakupannya yang luas dan mampu menjangkau daerah yang terpencil, bentuk datanya digital sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan dan ditampilkansesuai keinginan.
Pembangunan wilayah pesisir di Jawa Timur, khususnya di kawasan Surabaya dan Siodoarjo saat ini menghadapi permasalahan dasar, yaitu: alih fungsi lahan mangrove menjadi area tambak, permukiman, area industri. Selain itu, perencanaan wilayah pesisir yang belum didasari oleh informasi tentang tingkat kondisi ekosistem wilayah pesisir yang akurat. Tentu saja kondisi ini akan mempersulit upaya pencegahan kerusakan dan konservasi ekosistem mangrove. Oleh sebab itu, data-data kondisi terkini yang tersusun dalam sebuah data base spasial sangat penting keberadaannya untuk mendukung upaya perlindungan ekosistem mangrove.

 3. Tujuan Penelitian
            Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang kegunaan aplikasi teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) dan penginderaan jauh sebagai salah satu alternative metode dalam memetakan kondisi serta distribusi ekosistem mangrove, khususnya di kawasan pesisir Surabaya dan Siodoarjo.

4. Metodologi
Software yang digunakan dalam pengolahan citra adalah Earth Resources Mapping (ErMapper) ver.7 serta ArcGIS ver.9.2 untuk pembuatan database spasial dan peta. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Metode indeks vegetasi yang dipergunakan adalah NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), dengan formula sebagai berikut :

Hal yang kurang pada metode analisis adalah tidak adanya Kriteria Tingkat Kerapatan Tajuk Hutan Mangrove Berdasarkan Nilai NDVI yang berfungsi untuk menentukan rapat tidaknya suatu mangrove, Tabel tersebut adalah sebagai berikut:
 Sumber: Departemen Kehutanan  (2005) dalam Fathurrohmah et. al. ( 2013)
Pengolahan citra pada jurnal acuan sudah tergolong lengkap dan teratur, penelitian pada jurnal ini menggunakan metode Klasifikasi tidak terbimbing. Untuk alur pengolahan citra dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini:

                              Gambar 1. Alur Pengolahan Citra (Hidayah, 2011)
 Untuk jurnal pembanding dengan judul : Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan Data Penginderaan Jauh Di Pantai Bahagia Muara      Gembong, Bekasi oleh Nana Suwargana.
            Pada jurnal ini metode yang kurang adalah tidak adanya diagram alur pengolahan citra, pengolahan citra dibuat dalam bentuk kalimat tetapi tidak berurutan sehingga membuat pembaca bingung. Selain itu pada pengolahan citra jurnal pembanding ini tidak menggunakan adanya koreksi radiometrik dan koreksi geometrik. Seperti yang kita ketahui Koreksi radiometri bertujuan untukmemperbaiki kualitas visual citra dan sekaligus memperbaiki nilai-nilai pixel yang tidak sesuai sedangkan koreksi geometri bertujuan untuk meletakkan posisi obyek di citra sesuai dengan posisi sebenarnya dilapangan.Sehingga koreksi radiometrik dan koreksi geometrik merupakan pengolahan citra yang sangat penting dilakukan.
5. Hasil dan Pembahasan
5.1. Jurnal Acuan: Hidayah, Zainul. 2011. Pemetaan Distribusi Ekosistem Mangrove di Wilayah Kota      Surabaya dan Sidoarjo Memanfaatkan Citra        Landsat TM-5. Ilmu Kelautan      Universitas Trunojoyo Madura.    Madura.
Kawasan pantai selatan dan timur Surabaya merupakan daerah pesisir yang memiliki topografi yang datar sehingga air pasang laut dapat masuk beberapa kilometer ke arah daratan. Pada saat surut, akan terhampar pantai lumpur dengan kedalaman lebih dari 90 cm. Kawasan itu menjadi sangat ideal, habitat pertumbuhan mangrove, karena selain air laut melimpah, ada air tawar dari empat sungai besar yang bermuara di lokasi tersebut, yakni Kali Wonokromo, Kali Wonorejo, Kali Keputih, dan Kali Dadapan. Berikut adalah peta distribusi mangrove diwilayah Surabaya dari citra penginderaan jauh(Gambar 2) dan yang sudah di olah dalam bentuk peta (Gambar 3).
a.               Koreksi Peta Distribusi Ekosistem berdasarkan perbandingan citra dan peta Mangrove di Surabaya
Gambar 2 merupakan distribusi mangrove yang berasal dari citra (penginderaan jauh) sedangkan Gambar 3 merupakan peta yang sudah dianalisis dengan Sistem Informasi Geografis. Dalam penginderaan jauh Band biru berfungsi untuk pemetaan bathimetrik, membedakan tanah dari vegetasi dan daun dari vegetasi conifer, pada peta ini band biru digunakan untuk menampilkan perairan tetapi pada tanda panah diatas antara Gambar 2 dan 3 sangat membingungkan pada Gambar 3 yang dibubuhi tanda panah merupakan wilayah perairan sedangkan pada gambar 2 wilayah tersebut band hijau yang berarti wilayah tersebut adalah vegetasi. Sehingga antara kedua peta data dan informasinya tidak sama.



a.1. Koreksi Peta
            Berikut adalah peta sebaran mangrove pada tahun 2009 (Gambar 4)  disertai dengan luasan mangrove (Tabel 1)

    Gambar 4. Peta sebaran mangrove di Surabaya          Tabel 1. Luasan mangrove di
                                                                                                Surabaya                                            Kekurangan:
1. Tidak ada Judul Peta yang menjadi tema peta , sehingga ketika  pembaca akan melihat peta akan bingung dan mengira peta ini adalah peta tutupan lahan wilayah Surabaya.
2. Legenda yang tidak lengkap, hanya membahas dua objek yaitu hutan mangrove dan kota. Tidak ada legenda untuk perairan darat (sungai, danau atau waduk) dan perairan laut serta tanda         yang membingungkan apakah itu batas wilayah, jalan atau sungai.
3. Atribut peta yang tidak lengkap.

b. Koreksi Peta Sebaran Mangrove di Sidoarjo berdasarkan perbandingan citra dan peta
Berikut adalah koreksi peta sebaran mangrove diwilayah Sidoarjo, Gambar 5 merupakan citra yang berasal dari penginderaan jauh dan Gambar 6 yang sudah dianalisis dalam bentuk sistem informasi geografis.
Pada peta yang berasal dari citra satelit terdapat sebuah aliran sungai (kotak hitam) tetapi ketika peta tersebut dianalasis dalam bentuk sistem informasi geografis informasi sungai tersebut tidak ada. Selain itu pada Gambar 6. Yang dibubuhi tanda panah merupakan wilayah perairan sedangkan pada gambar 5 wilayah tersebut merupakan daratan atau vegetasi.
b.1. Koreksi Peta
            Berikut adalah penjelasan tentang koreksi yang terdapat pada peta (Gambar  7 )dan Tabel 2 merupakan luasan tiap mangrove dibeberapa kecamatan.
        Gambar. 7. Peta Sebaran Mangrove  Sidoarjo          Tabel 2. Luasan Mangrove di Sidoarjo
   
Pada peta sebaran mangrove disdoarjo terdapat beberapa kekurangan yaitu tidak adanya judul peta, kurangnya kelengkapan legenda seperti tidak adanya legenda perairan darat (sungai, danau dan waduk) dan perairan laut sehingga membuat pembaca bingung. Kemudian pada wilayah yang dibubuhi tanda merah bulat seharusnya membuat warna yang kontras berdasarkan batimetri, sehingga pembaca dapat mengerti apakah wilayah tersebut adalah muara sungai, teluk dan lain-lain.
Pada peta ini tidak ada menggambarkan adanya sungai, padahal adanya sungai merupakan salah satu faktor penting untuk tumbuhnya mangrove karena mangrove tumbuh pada pertemuan air laut dengan air tawar. Kemudian pada kotak merah diiatas juga membingungkan apakah itu jaringan jalan, sungai atau pun batas wilayah mengakibatkan informasi yang tidak jelas Sehingga dibutuhkan legenda peta yang lebih lengkap (mencakup

2. Jurnal Pembanding: Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan Data Penginderaan Jauh Di Pantai Bahagia, Muara Gembong, Bekasi
a. Citra Hasil Penginderaan Jauh pada tahun 1990 (Gambar 8) dan tahun 2007
    (Gambar 9)
            Berikut adalah hasil dari citra penginderaan jauh di Pantai Bahagia, Muara Gembong, Bekasi pada tahun 1990 daan 2007.


      Gambar 8. Citra komposit RGB 453                          Gambar 9. Citra komposit RGB 143
                         Landsat-TM tahun 1990                                                      SPOT-4 tahun 2007

Citra klasifikasi Gambar 8 dan 9 menunjukkan perbedaan kehalusan dan kejelasan dari kenampakan citra tersebut, hal tersebut disebabkan karena perbedaan resolusi spasialnya. Bila objek seukuran 1 piksel dikorelasikan dengan di lapangan akan sama dengan luas 30 x 30 meter untuk citra Landsat-TM dan luas 20 x 20 meter untuk citra SPOT-4, maka kenampakan citra klasifikasi SPOT-4 akan lebih jelas dari pada citra klasifikasi Landsat-TM. Oleh karena itu, pemisahan objek liputan lahan seperti lahan tambak dengan lahan tambak lainnya akan nampak dalam SPOT-4 yang menggambarkan polanya berbentuk kotakkotak dan memanjang secara teratur. Adapun kekurangan dari citra komposit diatas adalah tidak adanya skala yang mengakibatkan informasi yang kurang lengkap.
b.    Hasil Citra klasifikasi
Berikut adalah Landsat-TM tahun 1990 (Gambar 10) dan Citra klasifikasi SPOT-4 tahun 2007 (Gambar 11): 

               Gambar 10. Citra klasifikasi Landsat-TM         Gambar 11. Citra klasifikasi SPOT-4     
                         tahun 1990
Berdasarkan perhitungan data statistik yang dilakukan oleh perhitungan tabulator komputer diketahui telah terjadi perubahan penutup lahan selama tahun 1990 hingga 2007, di antaranya adalah penurunan lahan mangrove dan lahan sawah diikuti oleh meningkatnya lahan tambak. Lahan mangrove turun dari seluas 34,89 hektar (17,92 %) menjadi seluas 33,23 hektar (16,33 %) dan lahan sawah turun dari seluas 8,45 hektar (3,73 %) menjadi seluas 1,85 hektar (0,91 %) sedangkan lahan tambak naik dari seluas 148,67 hektar (72,34 %) menjadi seluas 149,67 hektar (73,57 %).
            Kekurangan yang terdapat pada analisis citra ke peta dalam bentuk sistem informasi geografis sebaiknya dibuat peta batimetri (kedalaman) karena pada citra sangat jelas perbedaanya. Kesalahan yang terdapat pada gambar peta penutupan lahan Pantai Bahagia tahun 1990 dan 2007 adalah sama yaitu tidak lengkapnya atribut peta seperti tidak adanya judul peta, terutama tidak adanya skala. Padahal skala merupakan informasi yang sangat penting dalam suatu peta. Selain itu pewarnaan yang kurang khas antara mangrove pohon campuran dibuat lebih kontras lagi sehingga lebih mudah untuk membedakan.
c.    Perubahan Lahan Mangrove
Dengan pemisahan kelas mangrove dari kelas kelompak lahan lainnya akan memberikan kenampakan secara individu yang lebih jelas, ditampilkan pada Gambar 4 12 dan Gambar 13. Pada kedua gambar nampak tumbuhan mangrove tumbuh berdekatan memanjang dan saling berjauhan, nampak terdistribusi di sekitar pinggiran garis pantai (tumbuh lebat) dan sungai serta tumbuh di sekitar lahan tambak yang terdistribusi dengan kerapatan jarang-jarang.
             Gambar12 : Lahan mangrove tahun 1990     Gambar 13 :Lahan Mangrove tahun 2007
            Pada kedua peta ini, kesalahan yang terdapat adalah tidak adanya atribut peta seperti skala, judul peta, pembuat peta , sumber peta serta legenda seperti adanya aliiran sungai, jalan laut, mangrove serta daratan sehingga informasinya tidak jelas.


KESIMPULAN

1.    Berdasarkan jurnal acuan

Berdasarkan hasil analisa citra satelit Landsat TM-5 tahun 2009, luas hutan mangrove di wilayah Surabaya adalah sekitar 378.19 Ha. Sedangkan untuk wilayah Siodoarjo, luas hutan mangrove yang terdeteksi mencapai 1.236,42 Ha. Prosentase kawasan mangrove di Surabaya dengan kategori kerapatan jarang hingga sangat jarang adalah mencapai >65%. Prosentase ini tidak berbeda jauh dengan kawasan Siodoarjo pada kategori yang sama memiliki prosentase luas sebesar kurang lebih 73%. Kerusakan ekosistem mangrove di dua kawasan tersebut lebih banyak diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti penebangan liar, alih fungsi lahan mangrove menjadi tambak dan perumahan.
Untuk mencegah semakin tingginya tingkat kerusakan hutan mangrove baik di Surabaya maupun di Sidoarjo, maka upaya konservasi sangat dibutuhkan. Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat menjadi alat bantu (tools) untuk menunjang kegiatan konservasi. Fungsi yang dapat diperankan oleh teknologi ini selain sebagai penyaji data dan peta, juga dapat diaplikasikan untuk mendukung proses pengambilan keputusan (decission support systems) terutama dalam menentukan kesesuaian wilayah konservasi.

2.    Berdasarkan review jurnal
Pada jurnal acuan, dalam atribut peta yang kurang adalah judul peta, rencana pelakasanaan, legenda yang tidak lengkap / mewakili, tidak adanya legenda untuk perairan darat (danau, waduk dan sungai) serta perairan laut, sumber peta, pembuat peta dan tanggal pembuatan peta sedangkan pada jurnal pembanding pada atribut peta hanya memiliki legenda, arah mata angin dan letak astronomis. Hal yang paling fatal adalah tidak adanya skal dan judul peta sehingga informasinya kurang lengkap.
Dari kedua peta ini dapat disimpulkan bahwwa peta acuanlebih baik dari pada jurnal pembanding karena pada jurnal acuan informasi atribut peta lebih lengkap.




DAFTAR PUSTAKA

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan Berkelanjutan  Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Bali. 1999. Model Pengelolaan Mangrove dalam Pengembangan Wisata Alam, Denpasar.
Hidayah, Z. 2009. Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh untuk Pemetaan Kondisi Kritis Hutan Mangrove di Kabupaten Pamekasan. Jurnal Kelautan Volume 2 No.2 Oktober 2009.
Hidayah, Z. 2011. Pemetaan Distribusi Ekosistem Mangrove di Wilayah Kota Surabaya dan Sidoarjo. Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura.
Levinton, M.J. 2005. Marine Biology : Introduction to Marine Ecology. Cambridge University Publisher. London.
Moloney, J.2008. Advance GIS and Coastal Mapping. Lecture Material. School of Earth
and Environmental Sciences. James Cook University, Australia.
Niendyawati, 1999. Aplikasi Inderaja/ SIG Untuk Penentuan Lokasi Tambak Udang (Studi Kasus di Pantai Timur Lampung). Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan ke-8, Jakarta
Suwargana, N. 2008. Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan Data Penginderaan Jauh Di Pantai Bahagia, Muara Gembong, Bekasi


































Komentar

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

LETAK LINTANG DAN BUJUR PADA PETA SERTA PROYEKSI

OSEANOGRAFI BIOLOGI GEOLOGI

LIRIK LAGU ROHANI BATAK "SONGON LALI I"